Himbauan untuk tidak menggunakan
botol kemasan secara berulang pasti sudah sering anda dengar. Dimana hal itu
terkait bahaya yang ditimbulkan apabila polimer plastik dari botol kemasan
terdegradasi yang dapat mengakibatkan larutnya senyawa karsinogenik ke dalam
air yang ada di dalam botol kemasan tersebut. Sehingga apabila anda menggunakan
berulang kali maka dimungkinkan akan terdapat banyak senyawa karsinogenik yang
akan berdampak pada kesehatan anda. Saya rasa sebagian besar dari kita pasti
telah menghindari penggunaan botol kemasan secara berulang. Namun apakah anda
sudah menghindari mengkonsumsi minuman dalam botol kemasan yang terpapar sinar
matahari ? Sekarang pasti muncul pertanyaan dalam benak anda mengapa harus
menghindarinya? Mari kita perhatikan gambar di atas. Situasi pada gambar di
atas merupakan hal yang sudah sering kita jumpai, bahkan bisa dipastikan di
jalan-jalan yang kita lalui pasti kita akan selalu menjumpai pedagang kaki lima
yang menjajakan dagangannya dengan menjejerkan botol minuman berkemasan pada
tempat terbuka sehingga terkena paparan sinar matahari secara langsung. Pada
dasarnya dengan penjelasan yang sama dengan penjelasan mengapa kita tidak boleh
menggunakan botol kemasan plastik untuk menyimpan air panas maka kita juga bisa
menjawab pertanyaan apakah aman mengkonsumsi minuman dalam botol kemasan yang
sudah terpapar sinar matahari. Karena pada dasarnya panas atau suhu yang tinggi
dapat mempercepat proses degradasi polimer penyusun plastik pada botol kemasan
yang berupa PET.
PET atau PETE atau poli
Polietilena tereftalat (disingkat PET, PETE atau dulu PETP, PET-P) adalah suatu
resin polimer plastiktermoplast dari kelompok poliester. PET banyak diproduksi
dalam industri kimia dan digunakan dalam serat sintesis, botol minuman dan
wadah makanan, aplikasi termoforming, dan dikombinasikan dengan serat kaca
dalam resin teknik. PET merupakan salah satu bahan mentah terpenting dalam
kerajinan tekstil.
Monomer PET juga dapat dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi etilen glikol dengan dimetil tereftalat dengan metanol sebagai hasil samping. Polimer PET dihasilkan melalui reaksi polimerisasi kondensasi dari monomernya. Reaksi ini terjadi sesaat setelah esterifikasi/transesterifikasinya dengan etilen glikol sebagai produk samping (dan etilen glikol ini biasanya didaur ulang). Dimana reaksi polimerisasri PET dapat dituliskan sebagai berikut :
Monomer PET juga dapat dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi etilen glikol dengan dimetil tereftalat dengan metanol sebagai hasil samping. Polimer PET dihasilkan melalui reaksi polimerisasi kondensasi dari monomernya. Reaksi ini terjadi sesaat setelah esterifikasi/transesterifikasinya dengan etilen glikol sebagai produk samping (dan etilen glikol ini biasanya didaur ulang). Dimana reaksi polimerisasri PET dapat dituliskan sebagai berikut :
Menurut Khoirul et.al
adanya panas, pengaruh lingkungan, pH dan mikroorganisme dapat
mempercepat terjadinya migrasi formaldehid dari plastik kemasan PET ke dalam
bahan makanan atau minuman dan mengkontaminasi terhadap makanan atau minuman
tersebut yang nantinya akan di konsumsi oleh konsumen kimia atau peruraian
suatu senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana
secara bertahap. Degradasi polimer pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya
perubahan sifat karena ikatan rantai utama makromolekul (Stevens, 2001). Pada
polimer linear, reaksi tersebut mengurangi massa molekul atau panjang
rantainya. Pada kerusakan termal (termokimia) ada peluang aditif, katalis atau
pengotor. Fotodegradasi polimer lazimnya melibatkan kromofor yang menyerap
daerah UV(ultraviolet) di bawah panjang gelombang 400 nanometer. Terjadinya
degradasi menyebabkan terputusnya rantai PET yang panjang menjadi lebih pendek
yang tersusun atas asam tereftalat dan etilen yang merupakan komponen utama
pembentuk pada plastik PET. Proses hidrolisis yakni suatu reaksi yang
melibatkan molekul air dan akan mengakibatkan pemecahan asam tereftalat dan
etilen yang masih berikatan akan terputus/terpecah. Masing masing pecahan
tersebut sangat tidak stabil dan akan mengambil molekul air untuk menstabilkan
ikatan. Akhir dari proses akan menghasilkan formaldehid/asetaldehid dan asam
tereftalat. Terbentuknya formaldehid pada kemasan menyebabkan terjadinya
migrasi ke dalam air mineral selama proses pemaparan berlangsung..
Ada beberapa faktor yang juga
mempengaruhi terjadinya migrasi formaldehid dari kemasan ke dalam makanan atau
minuman yaitu proses produksi tidak dikontrol secara ketat dalam hal suhu dan
tekanan dalampembuatankemasan, kemurnian bahan bakuyangkurang memuaskan
sehingga monomer dapat terbentuk dalam kemasan makanan dan menyebabkan
terbentuknya kandungan formaldehid yang lebih tinggi. dari kemasan ke dalam
makanan atau minuman yaitu proses produksi tidak dikontrol secara ketat dalam
hal suhu dan tekanan dalam pembuata nkemasan, kemurnian bahan baku yang kurang
memuaskan sehingga monomer dapat terbentuk dalam kemasan makanan dan
menyebabkan terbentuknya kandungan formaldehid yang lebih tinggi.
Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Khoirul et.al diperoleh kandungan
formaldehid mulai terdeteksi keberadaannya dalam sampel pada waktu pemaparan
selama 28 hari. Kandungan sampel A adalah sebesar 0,002 mg/L dan sampel B 0,064
mg/L dan kandungan formaldehid semakin meningkat pada waktu pemaparan selama 35
hari yakni sampel A adalah sebesar 0,226 mg/L dan sampel B sebesar 0,270 mg/L.
Kandungan kedua sampel dengan waktu pemaparan 35 hari masih berada di bawah
ambang batas aman berdasarkan lembaga IPCS dan KEPMENKES Republik Indonesia
Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan kualitas air
minum. Berdasarkan aturan dari International Programme on Chemical Safety
(IPCS) tahun 2006 yaitu sebuah lembaga dari PBB yaitu ILO, UNEP, dan WHO dan
KEPMENKES Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 ditetapkan batas konsumsi minuman yang
mengandung formalin untuk orang dewasa adalah 0,9 mg/L berdasarkan batas asupan
harian sebesar 0,15 mg/kg berat badan/hari dengan alokasi dari 20% TDI
(Torerable Daily Intake) untuk air minum.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Rice (2016) suhu penyimpanan minuman sari buah kemasan PET
mempengaruhi kadar antimoni dalam minuman sari buah kemasan. Dimana dengan
semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin meningkat pula kadar antimoni di
dalam sampel minuman sari buah kemasan PET. Kadar antimoni yang diperoleh pada
suhu 60 °C dalam sampel A, B dan C berturut-turut 11,66; 12,11; dan 4,39 μg/mL.
Kadar antimoni pada suhu 80 °C berturut-turut 4,16; 5,07; dan 16,51 μg/mL.
Kadar antimoni pada suhu kamar (20-25 °C) berturut-turut 5,37; 5,45; dan 2,26
μg/mL. kadar antimoni pada air minum kemasan PET yang diukur pada suhu 60° C
dan 80° C melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan oleh Menteri Kesehatan RI
yaitu sebesar 0,02 mg/L.
Fan YY, et all (2014) telah
melakukan penelitian untuk menyelidiki pengaruh suhu penyimpanan dan terhadap
kandungan antimoni (Sb) dan bisphenol A (BPA) pada16 merek botol air minum
polyethylene terephthalate (PET) di Cina. Setelah penyimpanan 1 minggu,
kandungan Sb meningkat 1,88-8,32 ng / L pada 4 ° C, untuk 2,10-18,4 ng / L pada
25 ° C dan 20,3-2604 ng / L pada 70 ° C. Sedangkan kandungan BPA kurang di
0,26-18,7, 0,62-22,6, dan 2,89-38,9 ng / L. Kandungan Sb dan BPA meningkat
dengan durasi penyimpanan hingga 4 minggu. Dimana kandungan Sb dan BPA dari
botol PET dapat menjadi stabil di bawah kondisi penyimpanan jangka panjang.
Dimana kondisi terburuk terjadi pada penyimpanan botol kemasan air minum pada
suhu 70 ° C selama 4 minggu.
Berdasarkan penelitian-penelitian
yang telah dilakukan maka kita dapat menyimpulkan bahwa minuman dalam botol
kemasan yang terkena paparan sinar matahari langsung maupun panas tidak
dianjurkan untuk dikomsumsi. Hal ini disebabkan karena paparan UV maupun panas
akan menyebabkan terdegradasinya polimer PET mengakibatkan lepasnya
senyawa asam tereftalat, formalin dan antimoni. Dimana ketiga senyawa itu tidak
baik bila masuk ke dalam tubuh karena akan menyebabkan gangguan kesehatan.
Walaupun dari penjelasan penelitian-penelitian tersebut ada batasan seperti
paparan sinar matahari selama 35 hari, kadar formalin masih dibawah ambang
batas yang aman bila dikonsumsi namun bila kita mengkonsumsi minuman dengan kondisi
tersebut berulang kali maka otomatis kandungan formalin, asam tereftalat maupun
antimoni dalam tubuh akan meningkat. Dengan demikian dianjurkan untuk
menghindari mengkonsumsi minuman yang terkena paparan sinar matahari langsung
apalagi jika botol kemasannya sudah terpapar sinar matahari dalam jangka waktu
yang lama.